Keistimewaan Equinox


Saat mengamati bayangan matahari untuk menentukan arah kiblat
Equinox sebenarnya bukan fenomena baru dalam kajian astronomi atau Ilmu Falak. Fenomena ini seolah “wow” ketika dimunculkan isu lewat broadcast BBM atau WA dengan nada menakut-nakuti. “Kita tidak boleh keluar rumah, disuruh menempatkan ember dg air setengah penuh di ruang tamu & di setiap kamar untuk menjaga suhu tetap lembab. Bisa membuat stroke, dehidrasi, dll.” Begitulah kurang lebih isi broadcastnya. 

Saya sendiri mendapatkan broadcast ini. Namun menurut saya ini cara yang kurang cerdas untuk mempopulerkan fenomena-fenomena astronomi. Equinox sendiri sebenarnya bukanlah hal yang baru. Fenomena ini sudah ada sejak dahulu kala. Di kalangan pesantren atau literatur falak berbasis kitab, equinox disebut dengan i’tidal (bukan i’tidal dalam sholat ya,, I’tidal yang dimaksud di sini adalah saat matahari lurus, berada di atas garis khatulistiwa. Penulis kitab Tibyanul Miqat menyatakan ini dengan terminologi i’tidalani (2 i’tidal). Artinya terjadi 2 kali equinox dalam satu tahun. (Keterangan : Kitab Tibyanul Miqat adalah kitab falak yang dipakai di Ploso, Kediri. Kitab ini mempunyai corak yang agak berdekatan dengan kitab Durusul Falakiyah karangan Ahli Falak Jombang, Syeikh Muhammad Ma’shum bin Ali tahun 1992)

Artinya apa? Sudah lama equinox itu terjadi. Dan ini akan senantiasa terus terjadi 2 kali setiap tahun. Lha kok baru rame akhir-akhir ini? Katanya bisa bikin dehidrasi, stroke, suhu mencapai 40 derajat? G tahu lah... Musimnya HOAX he he he... Bumi aja bisa jadi datar, he he he.. JPadahal... ya, tahu sendiri lah ya...  
Kajian tentang equinox atau i’tidal ini kemudian berkembang seiring perkembangan zaman. Kalau dahulu perkiraan terjadinya equinox hanya sebatas pada tanggal atau hari terjadinya equinox. Kini perhitungan itu menjadi lebih presisi sampai jam, menit, bahkan detik terjadinya equinox. Jean Meeus misalnya, seorang Astronom Belgia memaparkan cukup detail perhihtungan ini dalam Astronomical Algorithm-nya. Hasil dari perhitungannya tidak hanya sampai pada hari, namun juga jam, menit, bahkan sampai detik tepatnya Matahari di atas Khatulistiwa. Tapi ini cukup rumit untuk saya tuliskan di sini. 

Singkatnya, dengan alur perhitungan yang panjang kali lebar kali tinggi itu (maksudnya panjang bingit), diperkirakan equinox tahun ini terjadi pada tanggal 20 Maret 2017 pukul 17:30:1,4 WIB dan 23 September 2017 pukul 3:2:37,79 WIB. Jadi, pada waktu itu Matahari melintas tepat di atas khatulistiwa.

Isi Kitab Tibyanul Miqat.
Fenomena ini cukup istimewa sebenarnya. Karena tidak terjadi setiap hari. Hanya dua kali dalam setahun. Istimewanya lagi, fenomena ini bisa kita manfaatkan untuk mengetahui berapa nilai lintang tempat kita, tanpa GPS. Caranya mudah. Tancapkan saja tongkat tegak lurus dengan bidang tanah. Saat tengah hari (bahasa lainnya :kulminasi, atau bahasa kitabnya : istiwa’) pada hari equinox itu, lihat bayangan dari tongkat itu. Apabila bayangan tongkat mengarah ke Selatan, berarti kita berada di Lintang Selatan. Dan Apabila bayangan tongkat mengarah ke utara, berarti kita berada di Lintang Utara. Adapun untuk mengetahui nilai lintangnya, bisa dihitung dengan rumus : (tan lintang tempat = panjang bayangan/panjang tongkat). Secara aproksimasi, hasil dari perhitungan ini merupakan nilai lintang tempat dimana kita berada. Selamat dicoba. G usah takut keluar rumah. JUdah gede juga.

(Keterangan Gambar : Gambar 1. Isi Kitab Tibyanul Miqat. Gambar 2. Saat mengamati bayangan Matahari untuk menentukan Arah Kiblat, dll bersama Direktur Observatorium Ilmu Falak UMSU, Dr. Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar dan Dosen Ilmu Falak UIN Sumatera Utara, Pak Dhiauddin Tanjung, MA)

Penulis,
M. Ihtirozun Ni'am
(Cah Senori, Ahli Ilmu Falak, dan Kuliah di UIN Walisongo Seamarang)
 
 

Komentar

Kiriman Paling Ngehits

DAR, DER, DOR, Kisah Dramatis Petugas Saat Melumpuhkan Pelaku Teror di Tuban

Pantaskah Tuban Sebagai Syurga Menurut Al-Quran?

Presiden RI, Bumi Wali, dan KIT

Masalah Patung, Ada Oknum yang Ingin Mengadu Domba Pribumi dengan Tionghoa Tuban

Sowan Kanjeng Syekh Adipati Ranggalawe