Mundur Ke Masa Depan


Perjalanan Republik Indonesia sampai saat ini mengalami lika-liku kehidupan yang sangat dinamis. Siapa saja yang ngomong soal Indonesia, mungkin satu bulan tidak akan ada habisnya. Mengapa, dari Sabang sampai Merauke ada sekitar 17.000 pulau, 200 suku, 3000 lebih bahasa. Mungkin saja sekelas malaikat tidak akan mampu menjelaskan satu persatu mengenai Indonesai. Itulah keunikan yang di miliki bangsa kita, bangsa yang melahirkan republik bernama Indonesia tengah memasuki usia 71 thaun lamanya. Belum lagi berbicara mengenai sejarah panjangnya.

Gubernur Inggris yang bernama Thomas Stamford Rafles dalam buku The History of Java mengakatakan,”tidak banyak yang tahu tentang Jawa sebanyak yang saya miliki”. Hal tersebut sebagai bukti bahwa bangsa Jawa sebagai pedoman republik Indonesai yang itu tidak di ketahui oleh Indonesia. Rafles melakukan penelitian mengenai Jawa yang di tunagkan dalam karya-karyanya tersebut membantu kita untuk mengetahui siapa sebenarnya diri kita ini? Bukan hanya Rafles, seorang pengembara dari Italy, Antonio Vigaveta pernah mencatata bahwa pasca dakwah Walisongo di Jawa sekitar tahun 1511 Adipati di seluruh sepanjang pantai utara Jawa semuanya beragama Islam.

Memang sungguh di sayangkan jika anak cucu bangsa Jawa sendiri tidak pernah tau menau mengenai siapa dirinya apalagi nenek moyangnya. Ini penting sebagai cerminan diri kita sendriruntuk melanjutkan cita luhur yang di bangun oleh lelehurkita dahulu. Sebelum nama Indonesia mendunia, bangsa kita dahulu pernah membentuk suatu sistem kerajaan yang sangat begitu mengedepankan kemakmuran rakyatnya. Bagaimana sebuah negara yang berdiri kokoh atas jasa para pahlawanya di kelola oleh anak cucunya dengan tidak mengedepankan kesejahteraan sesuai dengan cita-cita leluhurnya, maka lambat laun akan mengalami perubahan dimensi yang sangat  buruk sehingga dalam kurun waktu tertentu akan menjadi sebuah komplikasi dalam sebuah negara tersebut.

Sebenarnya kalau melihat beberapa tayangan di televisi sat ini itu sangat lucu, karena banyak tayangan yang selalau menggiring masyarakat kita ke dalam dunia kepalsuan. Tempo hari yang lalu ada kopi racun, kalau begini kasih sikeong yang hanya tenar beberapa saat saja. Baru-baru ini ada Taxi vs Go Jek, ada bebek nungging. Mengapa hal yang demikian saya katakan kepalsuan? Tanpa disadri kita selalu di giring kearah gawang sendiri, bukan karena menyadari akan hal trsebut, tetapi malah kita bangga dan suka yang seperti itu.

Dalam terminologi cermin, ketika menghadap cermin, maka kita bisa melihat tubuh kita dan berhadap-hadapan dengan cermin tersebut, sekaligus kalau mau di pecahkan hancurlah itu cermin. Begitu juga sebaliknya ketika kita membelakangi cermin, kita tidak akan bisa melihat tubuh kita, akan tetapi cermin dengan leluasa melihat kelemahan kita dan suatu saat ini akan di teror secara terus menerus. Begitulah gamabaran besarnya di saat kita selalu di tipu oleh kepalsuan publik, tanpa di sadari kita selalu di teror, sebab kita tidak pernah untuk menghadapi secara langsung.

Hal yang sperti itu mulai luntur di kalangan generasi muda bangsa Indonesia. Sejarah pernah mencatat bahwa Prabu jayanegara mangkat menjadi Raja Majapahit usia delapan tahun, dengan simbol prasasti Bajang Ratu, Bajang=Kecil, Ratu=Raja. Jadi, Prabu Jayanegara menjadi raja saat usia belia. Begitu juga dengan Hayam Wuruk saat mangkat menjadi Raja pada Usia empat belas tahun. Dalam usia muda tersebut dapat menyatukan seluruh wilayah Nusantara. Tentu saja itu tidak mudah, minimal diri kita bisa belajar dari lelehur kita, bagaiman dalam membangun sistem yang baik, peradaban yang mempunyai nilai tinggi serta sebuah mahakarya yang dahsyat seprti kitab Negarakertagama, Sutasoma, Harjuna Wiwaha, itu hanyalah masa lalu. 

Hal tersebut bisa terwujud apabila dalam diri kita di mulai adanya kepedulian sosial terhadap lingkungan sekitar, terutama Indonesia mayaritas beragam Islam harus melindungi umat yang lain. Sebab untuk menghancurkan sebuah bangsa sangatlah mudah, cukup dengan menguburkan sejarah bangsa itu sendiri. Jikalau itu memang benar terjadi dan kita tidak mempunyai rasa ingin membangun warisan besar lelehur, lebih baik menguburkan diri sendiri dari pada tidak punya malu di kuburkan banyak orang.

Perlunya, satu langkah untuk mundur guna menggali peradaban yang pernah berjaya, untuk selanjutkan di pelajari serta di terpakan dengan sistem yang baru, maka besar kemungkinan bangsa Indonesia akan menjadi rujukan dari seluruh bangsa di dunia ini.

Penulis,
Ahmad Ali Zainul Sofan
(Cah Jatirogo dan Mahasiswa UIN Walisongo Semarang)


Komentar

Kiriman Paling Ngehits

DAR, DER, DOR, Kisah Dramatis Petugas Saat Melumpuhkan Pelaku Teror di Tuban

Pantaskah Tuban Sebagai Syurga Menurut Al-Quran?

Presiden RI, Bumi Wali, dan KIT

Masalah Patung, Ada Oknum yang Ingin Mengadu Domba Pribumi dengan Tionghoa Tuban

Sowan Kanjeng Syekh Adipati Ranggalawe