Hampir seminggu
lebih umat Islam berada pada bulan Ramadan 1438 H, semangat berlomba-lomba melakukan
ritual keagamaan begitu mereka lakukan dengan serius tanpa melewatkan sedikit
pun momen yang penuh berkah ini. Mulai dari elemen masyarakat di desa hingga
perkotaan terlihat khusu’ melakukannya. Ibadah puasa yang menajdi inti dari
ritual, mereka gunakan sebagai peluru meredam hawa nafsu yang menggiring ke
arah kemaksiatan. Namun tak banyak yang sadar secara lahiriah, bawah puasa di
bulan Ramadan sering dijadikan pelampiasan untuk menegakkan jalan yang di
ridhoi Allah. Seperti sweping warung, tempat hiburan, karaoke, dll. Memang hal
semacam ini terlihat mengganggu keindahan bulan Ramadan, tetapi dalam kacamata
sosial kemsyarakatan, masyarakat juga perlu dalam menunjang kebutuhan
perokoniman mereka.
Dalam panggung
nasional sering kali terlihat institusi pemerintah, organisasi keagamaan, dan
kelompok yang mengaku cinta Allah dan Rosululloh kerap kali tampil dengan gaya
nyentrik dan menunjukkan keunggulan yang mereka miliki, tanpa memperhatikan
kelemahan yang ada pada diri mereka dan kelompoknya. Beberapa media elektronik
dan surat kabar tengah santer memberitakan adanya sweping dan penggusuran paksa
para pedagang makanan di bulan Ramadan ini. Beberapa
tahun yang lau terjadi insiden menarik di Tangerang,
Satpol PP menggusur pedagang makanan ringan hingga sang pemilik menagis dan
terlihat agak begitu kecewa. Dari kasus tersebut sontak membuat jamaah media
sosial tiba-tiba menjadi dewa penolong dengan memberikan bantuan berupa dana,
bahkan sampai pemimpin negara saja turun tangan. Sungguh kejadian ini akan
terlihat biasa saja, mungkin menjadi anggapan harusnya seperti ini yaa,, bagi
mereka yang sudah mengidap virus adu domba dunia maya. Lain lagi ketika penulis
melihat begitu aneh jika hal ini terjadi pada bulan Ramadan, lantas bulan-bulan
yang lain pada kemana mereka semua, ketika terjadi kasus seperti itu.
Ulah dari oknum
yang mengatasnamakan lembaga, baik itu pemerintah ataupun sosial dalam
memperlihatkan aksinya di bulan Ramadan dengan dalih penertiban, tak membuat
masyarakat menajadi nyaman, malah mereka mendapat berlipat-lipat kesengsaraan
yang sebelumnnya di lakukan oleh para pemimpin mereka. Bung Karno saat
memproklamirkan kemerdekaan yang juga bertepatan pada bulan Ramadan begitu
serius dan hikmat, beliau tak ingin terjadi suatau geseken terhadap tatanan
negara sehingga membuat rakyatnya sengasara. Perjuangan berdarah-darah hingga
akhirnya 9 Ramadan jam 10.00 Indonesia merdeka dari serangan penjajah. Banyak
kalangan yang tidak mengetahui peristiwa tersebut, mereka hanya tahu pada 17
Agustus saja yang selalu di peringati dengan bebrapa hiburan, ya sah-sah saja.
tetapi kalau kerja itu yang tuntas dong,, jangan mengkesampingkan istri tua
jika punya istri muda. Sebagai orang yang taat beragama dan berjiwa
nasionalisme, sedikit demi sedikit membuat sejarah baru yang itu bercermin dari
sejarah masa lalu. Sebab kita tak tahu kejadian satu menit kedepan, perlunya
berkaca dari sejarah adalah mengantisipasi kejadian serupa agar tak terulang
kembali jikalau itu buruk, dan lebih meningkatkan kualiatas jikalau itu baik.
Menambah daya Spiritual dan Sosial
Perlu adanya
suatu gebrakan berupa peningkatan daya spiritual dan sosial sebagai bekal dalam
berinteraksi dengan semua makhluk ciptaan Allah. Interaksi bukan hanya sesama
manusia, selama apa yang ada di sekitar kita dan itu masih dalam wilayah kuasa
Tuhan maka perlu adanya kita saling berkomunikasi dengan mereka, binatang,
tumbuhan, alam, dll. Mungkin sudah di singgung di awal bahwa esensi dari mana
bulan Ramadan ini mulai meredup, ibarat lampu sudah tak kuat menerangi ruangan
yang gelap, atau mungkin daya listrik tidak cukup kuat untuk kadar lampu yang
wattnya tinggi. Nah, dari peristiwa kemerdekaan tadi kita juga kerap kali lupa
dalam melakukan ritual keagamaan dibulan Ramadan ini lebih meningkatkan ibadah
sunnah dari pada wajib. Gus Mus pernah dawuh dalam sebuah forum pengajian di
pesantrennya, “Bahwa keberhasilan strategi setan dalam menggoda manusia ialah
seseorang itu lebih meningkatkan ibadah sunnah dari pada wajib. Berlomba solat
Duha dengan harapan mendapat banyak rizki dari pada sedekah menolong orang yang
kelaparan” itu adalah bukti dari kesekian kalinya umat Islam terjebak dalam
sangkarnya sendiri.
Islam
mengkelompokkan ibadah menjadi dua macam, Maghdoh
dan Muamalah. Ibadah Maghdoh itu
ibadah wajib dari kita ke Allah, kata kucunya adalah jangan lakukan apa saja
kecuali yang di perintah yaitu yaitu solat, zakat, puasa romadon, dan haji,
sedangkan ibadah Muamalah dari Allah ke kita, kata kuncinya lakukan apa saja
kecuali yang dilarang, yaitu menolong sesema, saling menjaga, berbuat baik
kepada makhluk, jujur, tawadu’, dll. Sedangkan ibadah Sunnah sebagai pelengkap
dan wujud bahwa kita juga memliki rasa cinta kepada Rosululloh Muhammad Saw.
Prosentasi ibadah Maghdoh dan Muamalah sangat jauh sekali 96% : 4%. Puasa saja
yang wajib hanya sebulan dari 12 bulan yang ada, solat lima waktu sehari jika
di gabung kira hanya 30 menit paling lama dari 1.440 menit. Ini menandakan
bahwa begitu murahnya Allah memberikan rahmatnya kepada makhluknya. Artinya apa,
kemurahan Tuhan janganlah kita halangi karena kita di berikan rahmat berupa
ilmu yang luas, ilmu yang kita miliki sebaiknya di gunakan untuk membagun
peradaban manusia menuju masyarakat adil dan makmur. Menjalankan ritual
keagamaan pada bulan Ramadan harus di dasari dengan kebahagiaan dan kegembiraan,
pada puncaknya adalah menciptakan keamanan di lingkungan sekitar, baik kemanana
kemanusiaan dan keamann alam semesta.
Peoses
untuk menuju masyarakat adil makmur tadi tak lepas dari ibadah Maghdoh,
Muamalah, dan Sunnah. Kegita ritual keagamaan ini harus saling berhubungan dan
berkolaborasi satu sama lain, jika kita hanya mengedepankan untuk mendapat
banyak pahala maka Tuhan pun kecewa. Sering kali orang banyak becakap, apa lagi
di media sosial, tapi banyak juga yang enggan melaksanakan dalam bentuk
tindakan dari ucapanya, karena yang muncul dari fikiran itu akan menciptakan
sebuah tindakan. Seperti melaksanakan solat sunnah, zakat, dan ibadah sunnah
yang lain, beranggapakan yang terpenting dapat pahala bukan solatnya, atau zakatmya.
Nah, mulai dari sekarang pola fikir seperti itu mulai harus di rubah, jangan
sampai kita membuat kecewa sesam makhluk Tuhan, apalagi membuwat kecewa Tuhan,
alih-alih solat traweh, semangat traweh ingin di perhatikan orang lain baik.
Hindarilah niat yang akan menimbulkan Tuhan Cemburu, ciptakan kemesraan anatar
kita dengan Allah. Seperti lirik tembang Lir-ilir, “Tak Sennguh Temanten Anyar”. Ciptkan layaknya penganten baru.
Memaknai Ramadan yang Sejati
Kalau mau kita
gali lebih dalam tentang esensi bulan Ramadan akan menjadikan kita terkejut dan
spontan apa yang kita lakukan sungguh membuwat kecewa yang punya Ramadan itu.
Ramadan hanya milik Allah, bulan yang sudah terhormat sejak dahulu, jangankan
menghormati, kita saja di lindungi Allah dengan kohrmatan bulan ramadan. Kalau kamu
minta di hormat dibulan Ramadan, memangnya kamu siapa? Malaikat bukan, setan
bukan, presiden bukan, mulailah dari nurani bahwa ramadanmu, ramadanku itu
semata-mata numpang ramadaNya. Allah yang bunya bis, kita sebagai penumpang
belum tentu turun teapat waktu di tujuan kita atau tujuan akhir bus itu,
terserah Allah mau berhenti dimana. Maka, wujudkanlah rasa syukur yang diberikan
Allah. Kita selalu di berikan keempatan numpang di bulan ramadaNya. Memang
berlipat-lipat rahmat yang Allah berikan, kalau saja kita tidak bisa
memanfaatkan dengan tepat akan hilang rahmat itu dengan sendirinya. Seperti
yang dikatakan di atas, puncaknya adalah terwujudnya masyarakat adil makmur,
berusahalah ini dimanfaatkan bukan hanya
di bulan Ramadan saja. Momen Ramadan sebagai ajang mengasal kemampuan untuk
meningkatkan keadilan dan kemakmuran tersebut. Pendidikan kesabaran di uji
dengan serius oleh Allah dengan berbagai rintangan.
Sesungguhnya
dalam wilayah ibadah hanyalah engkau dan Tuhanmu saja yang tahu, jikalau ada
orang yang ikut campur dalam urusan ibadahmu, perlu dipertanyakan juga kadar
ibadahnya. Urusanmu dan istrimu hanya cukup kalian berdua yang tau, kalau ada
orang kok mencampuri urusanmu dengan istrimu, perlu dipertanyakan juga hungan
dengan istrinya.
Penulis,
Ahmad Ali Zainul Sofan
Komentar
Posting Komentar