Mahasiswa Universitas Kernet Indonesia
![]() |
Foto: Istimewa |
Terminal
Terboyo sebagai “jujukan” seluruh
penumpang bus dari berbagai jurusan yang hendak meminjakkan kakinya di tanah
Semarang. Kota dengan nuansa sejuk campur panas menyimpan sejuta harta yang
semua akan terpikat melihat pesona Semarang. Tak lain para mahasiswa yang
menempuh perguruan tinggi di Semarang sangat kenal dengan yang namanya terminal
Terboyo, mulai dari UNDIP, UIN Walisongo, UNNES, dan beberapa kampus yang
lainnya turut menyumbang APBD dari mahasiswa yang berasal dari berbagai penjuru
daerah.
Para
mahasiswa sudah masuk tahun ajaran baru dan mulai masuk mengikuti kegiatan
pengenalan perdana akademik di kampusnya. Satu persatu dari mereka ditawari
oleh kernet Terboyo hendak mau pergi ke UNDIP, UNNES, atau UIN Walisongo. Rata-rata
mereka yang masih baru masih tampak polos, kerap kali mereka selalu diejek para
perkumpulan kernet terminal, hampir mereka tidak meyebut di kawasan manakah
kampus mereka berada, mereka hanya menyebut mau ke UIN, UNNES, UNDIP. Lain dengan
kernet itu, yang selalu menyebut-nyebut seperti Tembalang, Ngaliyan, Mangkang,
Penggaron, dan lain sebagaianya.
Gaya
para kernet bermacam-macam, ada yang tampak memaksa sekali untuk naik bus
dengan trayek yang ia mliki. Sehingga banyak mahasiswa yang salah naik bus
karena hanya manut saja dengan intruksi para kernet. Seperti halnya mereka yang
selalu manut dengan panitia pengenalan akademik di kampus mereka masing-masing,
tak terkecuali para mahasiswa yang biasa terkenal dikampungnya sebagai jagoan,
preman, tak mau mengalah atas kehendak prang lain juga turut terbawa arus
intruksi para senior mereka.
Istilah
perploncoan di kampus sudah dihapus oleh bapak Presiden, jadi musimnya sekarang
berinovasi membikikn kegiatan, walaupun mengeluarkan recehan beberapa karung
untuk mendapat penghargaan dari instansi yang sama sekali tidak pernah mendapat
penghargaan dari manapun. Ah, biarkan saja lah, toh mereka para akademisi juga
ingin mendapat pengakuan. Buktinya saja para dosen yang tergabung dalam
paguyuban peneliti Indonesia saja harus bersusah payah untuk menadapatkan
lesensis atas penelitiannya. Toh, hasilnya juga sebagai arsip akademik yang tak
pernah disentuh oleh mahasiswanya.
Mahasiswa
yang sudah mendapat sedikit pengalam di jalanan tentu mereka akan sedikit mampu
untuk menolak para kernet yang membujuknya untuk naik ke bisnya. Terlebih era
melenial sekarang sudah sangat dimudahkan dengan teknologi google map. Suatu aplikasi
di hp untuk menujukkan arah kemana kita akan pergi, ya semacam peta yang sudah
digital.
Setelah
mengikuti kegiatan kampus yang begitu padat, mahasiswa baru disibukkan lagi
dengan salah satu perkumpulan organisasi daerah, atau orda yang biasanya membukan
stand pendaftaran mahasiswa asal daerah. Tentu hal ini membuat bangga para
mahasiswa yang datang dari luar daerah kampus mereka, seperti halnya yang
jauh-jauh dari wilayah timur pulau Jawa, wilayah barat, bahkan sampai luar Jawa.
Itng-itung mereka mendapat saudara baru sedaerah, juga sebagai penyabung erat
komunikasi mereka.
Dalam
penjaringan para mahasiswa baru para pengurus orda biasanya memanggil para maba
dengan menyebut daerahnya. Karena pasti mereka tidak tahu nama para mahasiswa baru
itu, hanya satu-satunya cara mereka adalah menyebut daerah kebanggannya, sembari
menunggu para maba merepat ke salah satu stan orda sesuai dengan ia berasal. Melihat
adanya fenomena penjaringan mahasiswa daerah koq serasa suasananya mirip seperti
di terminal, layaknya para kernet menawari penumpang sesuai dengan jurusan
trayek bus mereka.
“Ayo mbak/mas Tuban, Lamongan,
Rembang, Banyumas” seperti itulah mereka mempromosikan
daerah, walaupun sama sekali tidak ada hubungan dengan surat tugas dari pemda
untuk mempromosikan daerah kebanggan mereka. Inisiatif yang mereka lakukan
sunggu sangat tulus. Mereka rela untuk berteriak-teriak mencari saudara barunya
guna menambah daftar absen supaya penuh. Puncak dari kesuksesan para pengurus
orda ini adalah berhasil menjaring lebih banyak mahasiswa asal daerahnya untuk ikut serta memeriahkan sikap kedaerahan mereka.
Suasan
baru universitas yang layaknya terminal, para mahasiswa ramai
berbondong-bondong menuju pintu keluar gerbang. Sepanjang jalan para mahaisswa
lama menjelma menjadi layaknya kernet menawari mahasiswa asal darah tertentu
untuk bergabung sembil membawa brosur. Jika melihat kernet menawari penumpang
tanpa membawa uang setoran atau karcis remsi, tentung penumpang enggan akan
mengikutinya, pasti mereka mengira ini perkumpulan para calo. Tapi kalau
mahasiswa ini sudah jelas walaupun tanpa indentitas mereka berperilaku layaknya
kernet yang tercatat sebagai mahasiwa baru Universitas Kernet Indonesia
Penulis
Ahmad Ali Zainul
Sofan
(Mahasiwa lam)
Komentar
Posting Komentar