Peluit Wasit Vs Peluit Tukang Parkir
Foto: Istimewa |
Perhelatan
Sea Gemes 2017 di Malaysia menuai perhatian penuh oleh semua kalangan, terutama
setelah pemberitaan media di Indonesia menayangkan beberapa atlit Indoensia
dicurangi, sehingga ada yang WO dari pertandingan dan memancing seluruh amarah
bangsa Indonesia. Pak Menpora juga agak geram melihat kompetisi akbar ini
tercedirai oleh perlakuan Wasit. Tak luput juga para atlit bercucuran air mata
atas kejadian ini, sebab ia merasa gagal mengharumkan nama Indonesia. Kontroversi
terjadi ketika wasit yang memimpin pertandingan Indonesia Vs Malaysia tampak
terlihat membela Malaysia, harusnya Indonesia mendapat poin malah
menggagalkannya, sudah jelas Evan Dimas korban pelanggaran malah mendapat kartu
kuning.
Olah
raga itu semacam permainan yang setiap pemainnya dituntut untuk serius selama
pertandingan berlangsung. Wasit tampil sebagai penegak untuk menghidari terjadinya
kecurangan. Setiap permainan pasti rawan akan hal-hal bertindak segalanya demi
memenangkan kompetisi. Aturannya pun sudah jelas, ada waktu, ada hal-hal yang
tidak boleh dilakukan, dan lain sebaginya. Posisi wasit bersama peluitnya
merupakan momok besar bagi setip pemain yang terlibat dalam permianan, selain
peluit wasit juga membawa kartu sebagai tanda peringatan supaya para pemain
ketika bertindak curang disa dtegur dalam bentuk kartu. Bukan hanya hanya para
pemian, pelatih pun juga menjadi bagian dari tim yang sedang bertanding.
Ketika
tindakan wasit itu tampak merugikan atau menguntungkan tim maka para pemain
hingga suporter akan turut meluapkan rasa kekesalnnya. Dalam setiap
pertandingan sepak bola sering kali wasit yang selalu menjadi awal dari sorotan
mata orang yang menyaksikannya, apakah wasit ini adil ataukah memihak kepada
salah satu tim. Bagi wasit sendiri setiap ia memimpin pertadingan merupakan
momentum simalakama, maka dalam memilih wasit haruslah netral, atau bahkan
jangan sampai wasit itu anak buah dari salah seorang pemain yang ia pimpin. Aneh
jika peluit wasit itu hadiah dari kapten kesebelasan yang sedang bertanding. Pasti
pertandingannya akan mudah ditebak wasit ini membela salah satu tim atau netral
ia bertindak jujur sesuai dengan aturan wasit itu sendiri.
Sebagai
manusia yang bertugas membawa peluit tidak semudah anggota DPR yang membawa
amanah rakyat. Kalau anggota DPR atau pemerintah bertindak curang, butuh waktu
beberapa bulan untuk memprosesnya, baru ketahuan. Jikalau wasit dengan
peluitnya yang disalah gunakan, seketika itu juga kritikan atau hantaman
ketidakterimaan kelompok yang merasa dicurangi akan langsung bertindak. Bisa juga
ia mendapat serangan langsung, seperti halnya para wasit sepak bola di Indoensia yang selalu diserang oleh pemain, bahkan sampai diamankan oleh
petugas karena ia berntidak tidak sportif.
Maka
peluit itu keberadaannya sangat sakral, sekali ia berbunyi semua fikiran akan
tertuju pada sumber suara peluit itu sendiri, apakah ini pelanggaran, offside,
poin, out, atau servis. Belum bisa mendefinisikan walaupun misalkan ada pemain
yang dilanggar atau servis bolanya salah. Jika peluit sudah dibunyikan, maka
para pemian tertuju pada si wasit. Apa maksud si wasit itu, jika sudah begitu
posisi peluit yang ditiup si wasit merupakan kesakralan layaknya palu si Hakim.
Apakah
peluit itu buruk? Apakah peluit itu merupakan alat yang merugikan ataukah
menguntungkan tim yang sedang bertanding?. Hal mendasarnya begini, dalam setiap
gerak langkah kehidupan manusia tentu ada baik-buruk, benar-salah, pantas-saru,
dan lain sebagainya. Maka dalam mendefinisikan sesuatu harus di lihat dahulu
bendanya, selanjutnya beru mengidentifikasi pelaku, dan terakir benda yang ada
pada diri pelaku atau subjek itu dipergunakan untuk apa. Nah, baru ketahuan
perilaku apakah yang dilakukan seorang wasit melalui peluitnya. Pisau itu benda
yang bisa bermanfaat bisa juga mencelakakan. Tetapi saya rasa tidak ada benda
yang tidak bernanfaat, tergantu penggunaannya dan sesuai dengan penggunaanya. Kalau
pisau digunakan mengiris bumbu masakan, maka pisau akan bermanfaat bagi semua
orang, jika pisau itu digunakan ngiris kulit manusia, tentu itu perbuatan yang
sangat keji. Bukan pisaunya yang jelak, tetapi perbuatannya, maka semua unsur
yang terlibat akan terkena imbasnya
Kecelakaan
berfikir manusia modern sekarang adalah menganggap jika pisau itu jelek, karena
ia hanya melihat ketika pisau digunakan orang untuk membunuh. Sama halnya jika
para wasit yang memimpin pertandingan Indonesia Vs Malaysia itu curang, maka kebanyakan
orang akan mengatakan wasit Malaysia itu tidak sportif, jangan memakai jasa
para wasit dari Malaysia, ia mudah disogok dan seterusnya. Sama-sama peluit
yang ada di masyarakat umum, tidak hanya wasit saja yang berhak memiliki
peluit. Tukang parkir pun wajib untuk membawa peluit dalam melakukan aksinya. Fungsinya
sebagai tanda peringatan ketika mobil akan parkir. Jika tukang parkir tak pakai
peluit biasanya ia menggunakan kualitas suaranya yang keras untuk mengaba-aba
sopir kekanan atau kekiri, maju atau kah mundur.
Para
tukang parkir selain diwajibkan membawa peluit, ia juga dituntut untuk
menguasai sandi morse peluit ketika dibunyikan. Bagaimana irama jika parkirnya
sudah baik (tanda berhenti), irama untuk jalan terus sesuai dengan arahan
tukang parkir, dan seterusnya. Bahkan ada salah satu tukang parkir yang hanya duduk
santai dikursinya dengan rokok dan kopinya, sang sopir harus bersusah payah
untuk memastikan mobilnya sendiri parkirnya itu sudah pas ataukah belum. Kualitas
tukang parkir dalam penggunaan peluit dan wasit Sea Games akan tampak menarik
jika para wasit yang curang itu ditukar tugasnya menjadi tukang parkir
jalanan, sebaliknya tukang parkir jalanan itu menjadi seorang wasit
pertandingan piala dunia. jika begitu untuk menciptakan sportifitas selama
pertandingan pantia perlu menyiapkan kopi dan rokok untuk tukang parkir yang
menjadi wasit.
Penulis,
Ahmad
Ali Zainul Sofan
Komentar
Posting Komentar