Mencintai “TAI” Ibu Pertiwi
Foto: Istimewa |
Sebelum
makan siang perut sudah mulai keroncongan menghirup aroma masakan seorang kawan
dari Jakarta. Menu masakannya special “oseng-oseng kangkung”, pucaknya aroma
masakan kawanku itu bersarang di sela-sela lubang hidung sehingga bersin pun
tak bisa berhenti. Tibalah pada saatnya menyantap kangkung sekaligus memanjakan
lidah kering ini. Seusai makan siang bersama terceletuk mulut dari kawanku
dengan kalimat “TAI perlu kita cintai, sebab kita sudah mati rasa”. Seketika
itu saya serasa ingin muntah, karena kata awal merasuk dalam otak saya sebagai
benda berkonotasi jorok, apalagi usai makan, perut ini rasanya ingin sekali
berontak dan menampar mulut kawanku. Aku tahan amarah nafsu makanku itu, aku
dengarkan lagi kalimatnya sambil berharap ia menjelaskan TAI itu apa.
Tibalah
ia di akhir kalimatnya dengan nada sedikit berontak juga seperti seorang
pengamat yang sedang membahas tentang negara. “TAI kita harus dijunjung, itulah
harga diri sebagai bangsa dengan mencintai Tanah Air Indonesia”. Hati ini
rasanya lega, fikiranku mulai netral lagi setelah disuguhi TAI yang aku kira
kotoran hasil dari pembuangan makhluk, termasuk manusia. Aku mulai berfikir
keras dan meresapi apa yang dikatakan kawanku itu.
Terlebih
dalam hati mulai bergejolak atas penasaran pada kata di awal kalimata barusan.
Memang setiap manusia teritama diri saya sendiri selalu menelan secara mentah,
tertuama dalam hal kalimat dan kata. Sejak awal saya sudah mulai membiasakan
hal semacam itu, mualai dari aroma masakan diawal sudah mulai tumbuh untuk mendorong
hawa nafsu untuk selalu segera menelannya kedalam perut. Entah mengapa sifat
mengontrol diri untuk bersabar melihat puncak dari inti masalah.
Kalimat
TAI jika sering diungkapkan bahasa sehari-hari setiap manusia akan membencinya
tanpa mereka tahu bahwa itu merupakan singkatan dari Tanah Air Indonesia. Suatu
ungkapan yang mrmpunyai nilai luhur, dimana letak dari tanah dan air merupakan
suatu unsur alam yang saling melengkapi, begitu juga makna negatifnya juga
menyatu dengan tanah sekaligus air. Seiring perkembangan zaman melenial ini
terutama social media sebagai alat setiap manusia sebagai medan pertempuaran
pendapat, bahkan sampai menggadaikan harga dirinya.
Mundurnya
sifat kesatria bangsa Indonesia terlihat sejak abad 14 ketika gempuran para
penjajah portugis dating menyerang dengan senjata. Gempuran tersebut membuat
bangsa kita kuwalahan, sebab kita terbiasa dan terlatih berperang dengan
berhadapan satu lawan satu. Mau tak mau kita juga harus meladeni dengan
senjata, menyerang dari jauh, sehingga muncul pepatah “lempar batu sembunyi
tangan”. Cinta terhadap Indonesia haruslah ditanamkan, sebab adanya Indonesia
merupakan wujud dari struktur sebuah bangunan istana besar yang pernah ada di
dunia. Posisi cinta terletak pada sebuah tiang yang berdiri kokoh sebagai
pondasi untuk menopang bangunan istana tersebut.
Cinta
terhadap Tanah Air Indonesia sudah di dengungkan sejak awal oleh para sesepuh
pejuang kemerdekaan. Ungkapan Hubbul
Wathon Minal Iman corak dari sekian banyak wujud ekpresi kecintaan kita. Disamping
itu juga merupakan semangat persatuan untuk melawan para penjajah untuk
menegakkan kebenaran denganc cara menpertahankan tanah air Indonesia. Jika pada
waktu itu umat Islam sebagai garada terdepan maka iman mereka yang
dipertaruhkan sebagai benteng pertahanan negaranya.
Sebagai
umat mayoritas, Islam di Indonesai yang haruslah pertama menjadi yang terdepan
ketika serangan lawan berada di depan pintu gerbang negara, jika Indonesia
terjadi sesuatu yang tidak seperti diharapkan banyak orang, maka umat Islam lah
yang pertama harus bertanggung jawab, sebaliknya jika Indonesia berjaya, umat
Islam pertamakali yang harus bersyukur. Sebab keberadaanya bersifat melindungi,
karena melindungi, maka Islam harus dijadikan sebagai lnilai kuhur dalam
bernegar. Memang tidak ada kewajiban atau anjuran untuk membentuk negara Islam,
yang dikatakan Allah dalam Al-Qur’an
adalah manusia ditunjuk sebagai wakilnya Allah di Bumi. Maka hal mendasarnya
adalah setiap orang adalah pemimpink disetiap tanah yang di injaknya.
Cinta
tanah air yang dijelaskan kawan saya mengundang saya ingin beranjak dari sikap
diamku untuk meladinya. Ia tampak sangat menguasai betul bagaimana
mengekpresikannya cinta tanah air itu. Poin yang ia ungkapkan adalah cinta
tanah air itu merupakan unsur terpenting dalam setiap diri manusia. Sebab manusia
yang mempunyai kepekaan cinta yang sangat besar terhadap makhluk, terlebih
bangsa Indoensia dengan sikap patriotnya siap dan mampu mempertahankan benteng
NKRI.
Mencintai
Indonesia tidak serta merta muncul begitu saja, ada sebuah proses panjang yang
oharus dilalui sebagai warga negara, posisi warga negara adalah seseorang yang
patuh terhadap undang-undang negara. Maka warga negara yang berkewajiban untuk
merawat dan mengasuh Indonesia. Begitu dahsyat cintanya terhadap Indonesia wujud
dari cintanya diekspresikan dalam bentuk benda sebuah wadah minuma yang terbuat
dari tanah liat. “Kendi” wadah berisikan air minum oinilah yang selalu disebut
kebanyakan orang desa wujud dari rasa cinta kita terhadap negara, juga sebagai
pengingat anak-cucu supaya ingat tanah air Indonesia melalui “kendi”.
Lagu
kebangsaan nasional pun sudah mengingatkan “Biarpun
saya pergi jauh, Tidak kan hilang dari kalbu, Tanah ku yang kucintai, Engkau
kuhargai”. Jauh bukan soal jarak antara kita dengan Indonesia dengan kita berpisah
dengan radius berpuluh-puluh Km, melainkan makna mendalamnya antara kita dengan
Indonesia merasa menjauhkan diri, anatara rakyat dan pemerintah menjaga jara
kemesraan, anatara kiai dengan oran kafir menjaga jarak, dst. Maka yang harus
tertanam adalah cinta yang tumbuh dan mengakar dari kalbu, sehingga takkan bisa
meruntuhkan cinta itu sendiri.
Dari
karangan Ibu Sud berupa lagu Tanah Airku sudah menggiring kita untuk tetap
merawat Indonesia. Yang jelas mempunyai jiwa kepengasuhan dan merawat adalah
seorang ibu, maka Ibu Pertiwi merupakan wujud dari tanah air Indonesai yang
menjadi bagian dari sifat bangsa Indonesia. Ibu Pertiwi sudah mengajarkan kita
sejak kecil bagaimana bersikap dan bertindak sebagai kesatria yang siap melawan
segalan bentuk penjajahan. Walaupun sesering mungkin kita berkeliling dunia
hati kita tidak bisa berbohong mengatakan ada yang lebih bagus dari Indonesia,
karena kita sedang berada di negri orang maka disitulah kita membawa identitas
bangsa Indonesia. Ibu Pertiwi mengingatkan selalu, asuhlah Indonesia, cintailah
“TAImu” Tanah Air Indonesia mu.
Penulis,
Ahmad Ali Zainul
Sofan
Komentar
Posting Komentar