Nasehat Ki Ageng Buyut Santri
Ilustrasi |
Tersiar kabar akan terjadi bencana besar, di
sebuah negeri kecil Jatirogo. Kabar itu datang dari penasehat utama para
kesatria gagah perkasa yang mempunyai kekuatan yang berbeda. Ki Ageng Buyut
Santri sebagai penasehat yang selalu bijak dalam memberikan nasehat kepada lima
anak laki-laki dari Dewi Kinanti, mereka adalah Ahmad, Ali, Zainul, Sofan dan
Sofi'i. Dewi Kinanti begitu menyayangi kelima putranya, karena tahu berita akan
datang bencana, dan kabar dari Sang Hyang Agung melalui Ki Ageng Buyut Santri kelima
putranya ini akan meninggal mendahulinya, lantas membuat bingung sang dewi.
"Bukankah yang kau katakan itu berasal dari
ketidaksadaranmu Ki Ageng?" Ungkap penuh rasa gelisah Dewi pada Ki Ageng
Lanjut Dewi Kinanti "Jikalau semua putraku
mati dalam bencana itu bagaimana sakitnya hatiku dirobek melihat mereka tak
bernyawa dipangkuanku"
"Kabar dari para dewa sudah kian santer
Dewi, apapun keputusan Sang Hyang Agung merupakan final dari kehidupan
putra-putra Dewi. Mungkin masih bisa Dewi tawar dengan kemurnian hati Dewi
Kinanti." Jawab Ki Ageng Buyut Santri dengan perasaan penuh kesedihan.
Kelima putra Dewi Kinanti biasa disebut Pandawa
Lima, masing-masing mempunyai prinsip dan pedoman hidup yang berbeda. Ahmad, ia
seorang pendiam, tak pernah menghiraukan mengenai isu yang ada dipermukaan,
hidupnya hanya dihabiskan didalam kamar bersama buku-bukunya. Lain dengan Ali
dan Zainul, mereka hampir mempunyai karakter serupa, yaitu keras dan tegas
dalam bersikap. Tak ada seorang pun yang berani melihat tatapan matanya.
Sedangkan Sofan merupakan sosok yang santun dan ramah kepada siapa saja, ia
rela tidak mengambil jatah dari ibunya dan memberikannya kepada yang lebih
membutuhkan, dan yang terakhir Sofi'i, ia dikenal dengan pribadi yang angkuh,
selalu menang sendiri, selalu gegabah dalam bertindak, namun ia lebih dekat
dengan masyarakat. Bahkan ia termasuk golongan manusia yang selalu mengharapkan
pamrih kepada siapa saja, termasuk ibunya.
Berita mengenai bencana langsng ditanggapi
serius oleh Dewi Kinanti, setiap malam ia duduk bersila di ruangan khusus untuk
memohon petunjuk para Dewa agar putarnya terhindar dari kematian dalam bencana
tersebut. Dewi Kinanti merupakan permaisuri dari Raja Prabu Sahasika. Raja yang
berkuasa selama berpuluh-puluh tahun, negeri yang makmur dan ssejahtera terasa
pada kepemimpinannya. Tanpa sepengetahuan sang Raja, Dewi Kinanti khusuk dalam
memanjatkan doanya.
Kekhusukan Dewi Kinanti dalam menjalankan ritual
tiada henti-hentinya, terlepas seorang ibu demi kasih sayang kepada para
putra-putranya ia pegang teguh. Bahkan semua putranya juga belum mengetahui
mengenai kabar bencana besar.
Suatu hari Sofi'i yang sedang meladeni para
perampok yang akan merampak hak-hak rakyat kecil kepergok oleh ayahnya yang
sedang melalukan blusukan. Kekuataan yang ia miliki tak sebanding dengan para
perampok tersebut, tidak memunggu waktu lama para perampok berhasil
ditumbangkan, dan siap untuk dihunuskan keris ke perut perampok itu. Sontak
sang ayah datang dan menghentikan tindakan Sofi'i
"Hentikan...!!" Ucap dengan tegas
Prabu Sahasika kepada Sofi'i
"Jangan gegebah, masih bisa diselesaikan
dengan hukum kerajaan. Gunakan hati nuranimu. Orang yang merampok itu kepepet
karena kebutuhannya. Jelas Sang Prabu kepada anaknya.
Tidak mau kalah dengan ucapan ayahnya. Sofi'i
juga mempunyai alasan kuat sehingga ia akan mengambil tindakan untuk segera
membunuh perampok itu
"Ayah tidak tahu rupanya, perampok bajingan
ini sudah mengambil hak rakyat, ia juga membunuh anak yang tidak berdosa.
Pantas kalau nyawa dibayar nyawa. Atau ayah mau menebus nyawanya dengan
mengganti upah kerajaan kepadaku setelah aku berhasil menumpas penyakit
masyarakat." Beber Sofi'i
Melihat Sofi'i dan ayahnya sedang berbicara
serius, Ali dan Zainul menghapiri, sepertinya mereka sudah tahu masalah apa
yang sedang terjadi terhadap adik dan ayahnya tersebut. Seringkali ia jumpai
Sofi'i kalau sedang serius berbicara kepada ayahnya pasti akan meminta sesuatu
karena ia telah berjasa terhadap kerajaan.
"Ada apa dinda, ayahmu sendiri kamu bentak-bentak.
Apakah kau tidak malu selalu meminta upah ayah karena jasamu." Ucap Ali
"Kedatangan kanda selalu menggagalkan
rencana saja. Kali ini tidak ada ampun, lawan aku kalau berani" Sahut
Sofi'i penuh amarah menantang bertanding kedua makanya
Perkelahian anatara Ali, Zainul, dan Sofi'i
berlangsung sengit. Ketiga anak Prabu Sahasika sulit dilerai ketika sudah adu
kekuatan, ilmu mereka sama kuatnya, sehingga memicu keadaan wilayah Jatirogo
menjadi rawan akan pertempuran ini. Para rombongan pengawal sang Prabu lari
ketakutan, sehingga sang Prabu nekat melerai dengan ikut terlibat dalam
peperangan ini.
"Hentikan tindakan bodoh kalian..!!"
Ucap sang Prabu
Ketiga putranya tidak menghiraukan sang ayah,
pertarungan sengit ini kian memanas, amarah Sofi'i semakin meledak mengira sang
ayah ikut membantu kedua kakaknya. Tak disangka sang ayah terkena pukulan dari
Sofi'i hingga jatuh tersungkur, lemah tak berdaya. Melihat sang ayah jatuh, Ali
bertindak langsung menolong membawa ke tepi untuk diselamatkan dari amukan
Sofi'i. Sekilas Zainul melihat ayahnya terjatuh karena pukulan Sofi'i meluapkan
emosinya sehingga mengeluarkan ilmu Samber
Bledek andalannya. Petir
menggelegar, membuat panik penduduk. Tak luput Dewi Kinanti beranjak dari
tempat ia berdoa berlari keluar rumah ketika mendengar suara petir.
"Apakah ini pertanda bencana besar yang
akan datang?, aku mohon para dewa, selamatkan putra-putraku." Ucap Dewi
Kinanti dalam hati.
"Ini ada apa ibu?, sepertinya pertanda
buruk." Sahut Ahmad datang menghampiri ibundanya
Dengan sigap ibundanya memeluk erat-erat Ahmad
sambil berkata dalam tangisan "entahlah, kau jaga diri saja anakku".
Pertempuran yang sengit dan berlangsung lama
antara Sofi'i dan kakaknya terlihat oleh Pamannya, Sengkuni. Ia penasaran dan
heran ketika melihat anak Prabu Sahasika bertarung. Ia perlahan menghampiri dan
membawa Sofi'i pergi meninggalkan peperangan tersebut. Ali dan Zainul membawa
pulang ayahnya dan memberitahu kejadian ini kepada Ki Ageng Buyut Santri, bukan
masalah peperangan, namun kehadiran paman Sengkuni dan membawa pergi Sofi'i.
Hal tersebut mereka khawatirkan sebab paman Sengkuni dikenal sebagai orang yang
selalu membuat kegaduhan. Ia paham betul bagaimana watak dari paman mereka,
berkali-kali ia selalu saja menyebar berita bohong kepada rakyat terkait
kebijakan kerajaan yang dibuat oleh Prabu Sahasika. Tidak jarang paman Sengkuni
ingin mencoba memberontak kepada Prabu Sahasika, namun selalu gagal
Upaya Sengkuni menghasut Sofi'i untuk melawan
ayahandanya dan saudaranya mengalami lampu hijau. Berbagai strategi peperangan
melalui adu domba yang ia miliki berhasil dikuasai oleh Sofi'i. Pusdiklat milik
Sengkuni melalui kode-kode rahasia sulit untuk dideteksi. Ki Ageng Buyut Santri
dengan ilmu tinggi masih belum bisa menemukan jawaban dimana Sofi'i dibawa oleh
Sengkuni. Keadaan negara semakin kacau, pembagian cuaca tidak jelas masanya.
Tiupan angin kencang tak beraturan, tidak sedikit warga yang bercocok tanam dan
beternak menuai kegagalan. Sepertinya pagebluk Negara Jatitogo akan datang.
"Bagaimana Ki Ageng, sepertinya anakku
sudah dicuci batinnya oleh Sengkuni." Ucap cemas Prabu Sahasika kepada Ki
Ageng Buyut Santri.
"Saya akan atasi ini semua gusti. Mohon
izin saya dan anak-anak gusti akan pergi mencari Sofi'i." Jawab Ki Ageng
Buyut Santri
"Tunggu dulu, mengapa kau mengajak
anak-anakku Ki Ageng?, bukankah ini tugasmu melawan Sengkuni, kau tahu sendiri
ia orang yang sangat berbahaya, mengapa kau mengajak anakku, itu berbahaya bagi
keselamatan mereka. Apa jangan-jangan yang kau katakan tentang kematian
anak-anakku sebenarnya rekayasamu dengan Sengkuni, pelan pelan kau bunuh anakku
sehingga kau dan Sengkuni ingin merebut kekuasaan dari kanda Sahasika."
Sahut Dewi Kinanti dari belakang setelah mendengar percayakan Ki Ageng Buyut
Santri dan Prabu Sahasika.
"Ada apa ini dinda.? Tolong jelaskan Ki
Ageng, apa maksud ucapan isteriku, sebenarnya apa yang akan terjadi?"
Pertanyaan penuh kebingunan Prabu Sahasika.
Kegegeran kerajaan antara Ki Ageng Buyut Santri
dan keluarga Prabu Sahasika terdengar sampai ke telinga Sengkuni melalui telik
sandi yang ia pasang di wilayah keraton. Sesegera mungkin ia mengatur strategi
baru dan akan memanfaatkan Sofi'i sebagai umpan pertama dalam strateginya.
"Sofi'i, saya mendapat kabar bahwa Ki Ageng
Buyut Santri ketahuan akan membunuh kamu dan saudaramu, dengan mengelabuhi
ibumu bahwa akan ada bencana besar sehingga kamu dan kakakmu akan mati.
Untungnya ibumu mengetahu niat buruk Ki Ageng Buyut Santri." Ucap Sengkuni
kepada Sofi'i
"Kurang ajar Ki Ageng, berani-beraninya ia
kepada keluargaku." Amarah Sofi'i mulai meledak setelah mendengar
informasi dari pamannya. Ia langsung lari bersama kudanya menuju keraton ingin
mengajak perang tanding Ki Ageng Buyut Santri. Sesampainya di keraton ia
langsung menantang Ki Ageng. Keadaan semakin kacau, tanpa berfikir panjang Ki
Ageng Buyut Santri meladeni Sofi'i, sekalipun ia tahu ini adalah ulah dari
Sengkuni.
Peperangan kian dahsyat. Ilmu tingkat tinggi
milik Ki Ageng Buyut Santri terpaksa ia keluarkan saat meladeni Sofi'i, badai
petir dan hujan lebat mengiringi peperangan tersebut. Sengkuni yang tak ingin
ketinggalan menyaksikan tragedi ini melihat dari kejauhan sambil mencari
kesempatan untuk ikut peperangan dan membunuh Ki Ageng Buyut Santri, sejak lama
sebagai penghalang strategi Sengkuni dalam menguasai Jatirogo. Sengitnya
peperangan, hampir saja Ki Ageng terjatuh karena pukulan Sofi'i, melihat Ki
Ageng mulai lemah, Sengkuni tidak menunggu waktu lama akan menghunuskan
kerisnya ke perut Ki Ageng.
Tiba tiba ledakan besar datang,
"dduuuaaarr" semua orang kaget, jatuh terpental, sekalipun Sofi'i dan
Ki Ageng yang selamat dari hunusan keris Sengkuni. Prabu Sahasika, Dewi
Kinanti, dan anaknya Ahmad, Ali, dan Zainul terpaksa keluar dari sarangnya menuju
ke halaman keraton. Ternyata Sofan yang membuat ledakan dahsyat tadi, ia
bertindak sebagai penyelamat dari maut yang akan menimpa Ki Ageng Buyut Santri.
"Ada apa Ki Ageng bertarung melawan adinda
Sofi'i, dan mengapa paman Sengkuni akan membunuh Ki Ageng?" Ucap Sofan
kepada peserta perang
"Ow..rupanya saya mulai paham, bahwa dalang
dibalik semua ini adalah kau Sengkuni. Bertahun-tahun kau berupaya ingin
merebut tahta kerajaan Jatirogo dengan cara licikmu. Setelah engkau berhasil
menghasut para kurawa, mereka Susilo, Subianto, dan Widodo untuk memusuhi
pandawa, kini kau akan menghasut juga para pandawa melalui Raden Sofi'i. Mohon
ampun Gusti Prabu dan Dewi Kinanti, Sang Hyang Agung memeberikan berita kepada
saya melalui mimpi bahwa akan ada bencana besar sehingga para putra-putra Gusti
Prabu akan mengalami kematian." Terang Ki Ageng Buyut Santri ditengah raja
dan punggawa keraton
Lanjut Ki Ageng "bencana itu
bermacam-macam, salah satunya hasutan Sengkuni, ini adalah akhir dari
keserakahan Sengkuni, ledakan dari Raden Sofan tadi adalah akhir dari kekacauan
ini. Raden Sofi'i, bertaubatlah dari kejadian ini. Lihat saudaramu kurawa,
mereka semua Susilo, Subianto, dan Widodo hasil dari hasutan Sengkuni untuk
memusuhimu dan kakakmu, tetapi kekuatan doa ibu setiap hari dengan memuja dan
memohon ampun serta petunjuk kepada Sang Hyang Agung dikabulkan para dewa. Kau
bisa lihat sendiri Susilo, Subianto, dan Widodo malah perang sendiri, mereka
gila kekuasaan, menjatuhkan satu sama lain demi kursi Presiden Republik
Astinapura. Bertaubatlah anakku, usiaku sudah lanjut, ilmu dan kemampuannya
mulai berkurang. Jatirogo ini walaupun kecil wilayahnya, tetapi kekayaan
alamnya dan nilai filosofi kebudayaannya sangat tinggi. Sejatining Rogo atau Jati
Diri harus kalian cari
terus-menerus. Karena itu merupakan martabat manusia yang semakin hilang
didunia ini"
Semua hanya terdiam setelah mendengar ucapan Ki
Ageng Buyut Santri, para pandawa saling bersalaman, mereka menghampiri Sofi'i
sekaligus memberikan ampun. Kemesraan lima saudara ini baru terasa begitu
indah, setiap hari kehidupan mereka yang dipenuhi dengan perbedaan dan saling
menyalahkan kini luluh dengan nasehat Ki Ageng Buyut Santri yang
menmenghanyutkan. Tetapi tidak berhenti sampai disini saja. Keserakahan Sengkuni
akan ditindak tegas oleh Prabu Sahasika sendiri, selama ini ia mengampuni
Sengkuni beberpa kali dalam kesalahannya, sekalipun Sengkuni menjalani beberapa
kali persidangan atas ulahnya, kini Prabu Sahasika bertindak secara langsung.
Kegembiraan juga dilupakan oleh Dewi Kinanti
yang melihat kelima putranya akur dan bermesraan. Sekian puluh tahun ia
merindukan momentum yang seperti ini. Ketulusan kasih sayang ibu kepada anaknya
dan selalu memohon petunjuk kepada Tuhan Yang Maha Esa pasti kemudahan mudah untuk
didapatkan
Penulis
Ofan
Cah Jatirogo dan Mahasiswa KPI UIN Walisongo
Komentar
Posting Komentar