Puisi Begawan: "Tidak Punya Malu"


Saat garis katulistiwa membentang di Nusantara

Bongkahan tanah surga tersedia disana
Hijaunya daun menghiasi paru-paru dunia

Kuningnya padi mewarnai pulau sumatra hingga Jawa
Batang sagu berjejer rapi hingga daratan papua

Emas, intan, tembaga, dan perak terkubur di setiap tanah yang kita injak
Minyak dan gas tersembunyi di balik akar rerumputan

Rempah-rempah hingga milyaran jenis sayuran tumbuh subur di antara kita
Ikan segar hidup rukun di samudra nusantara

Sekolah hingga universitas teremuka menyebar luas dari sabang sampai merauke

Ulama’ hingga Habib merasakan kedamaian yang tiada tara

Akademisi, peneliti, paranormal, dukun bayi, dukun santet sangat lengkap dengan karya mereka

Para penganut agama dan kepercayaan yang berbeda menghiasi tegaknya Binekha Tungga Ika

Harta pusaka Nusantara berada pada pelukan ibu pertiwi cantik jelita nan mempesona, wajah indahnya kembang wijaya kusuma, harum aromanya melekat bunga melati, sorot matanya sinar matahari, senyum manisnya merasuk hingga ke pusat sukma, tertancap mahkota rembulan di atas kepalanya

Semua manusia ingin hidup bersamanya,

Negri tetangga terpesona melihat pancaran keindahan ibu pertiwi
Mereka cemburu buta tidak bisa bebas oleh pemerintahnya, satu per satu dari mereka datang, singgah di negri Nusantara

Kau tawarkan pembangunan nasional, kehancuran nasional wujudnya
Kau berikan utang untuk kestabilan ekonomi, kegoyahan ekonomi yang terjadi.

Kau bentuk pemerintah untuk kemudahan bernegara, eee malah ngrepotin rakyat saja.

Kau tawarkan pendidikan bermutu, berstandart nasional dan internasional, Matrealisme yang mereka kenal

Tiba-tiba yang keluar dari mulutmu KALIAN ADALAH BANGSA YANG BESAR

Kau sendiri tidak tahu seberapa besarnya.

Gayamu yang tagas, gagah, berani bagaikan Rahwana. Tetapi bukan Rahwana seorang raja. Rahwana yang sedang mengincar Shinta
Hampir Semua kebudayaan sudah di kebiri

Aktvis di gembosi, Ulama’ di ludahi, pemerintah di gobloki, sekolah dan kampus-kampus di racuni, akademisi di mutilasi, rakyat di apusi.

Profesor ditunjuk untuk menajadi profokator, gaya bicara ilmuwan menjadi serba kemungkinan, orang realistis bergeser kepada hal mistis, orang alim bertidak secara dolim, orang gila yang mereka percaya
***
Nusantara yang ku kenal dahulu adalah perawan bau kencur, Sekian puluh tahun di perkosa secara begilir oleh tamu-tamu yang datang, menjadi janda hancur.

Apa sebenarnya fungsi dari pemimpin itu,?? disuruh jaga rumah, eee malah pintunya di buka semua, dibayar untuk menegakkan hukum, malah memonopoli hukum

KITA HARUS KEMBALI KE UUD YANG ASLI, ya UUD itu maksutnya Ujung-ujungnya duit.

Apa sejatinya fungsi mereka yang duduk di singgasana negara,?

Mungkinkah pemerintah kita mau berfikir bagaiman ia ngemis-ngemis kepada rakyat, sampai2 wajahnya di tempel di pinggir jalan, di pohon-pohon, ditiang listrik, di asapi oleh kendaraan, di hinggapi burung, jatuh ke got teriup angin. Padahala wajah merupakan martabat manusia

Apakah hanya cukup segitu martabat pemimpin kita, selama ini rakyat tidak pernah meminta sekeras mereka meminta rakyat untuk memilihnya.
Kalau kedatangan tamu dari luar negri, keistimewaan suguhan yang mereka prioritaskan, ketika kedatangan rakyatnya sendiri, mereka beralasan pergi ngurusi pembangunan.

Tapat yang dikatakan Prabu Jayabaya, Wolak-Walike Zaman tengah berlaku.
Apakah pemimpin kita yang sudah tidak punya malu, atau mungkin sifat ke maluannya sudah hilang.

Apakah tamu-tamu kita yang memang tidak punya malu. Mereka sudah membeli kos-kosan, eee,,,koq malah mau beli ibu kosnya sekalian.

Pemimpin kita selalu mendengungkan kemakmuran negri, tetapi belum tentu untuk bangsanya sendiri.

Gaya Dajjalmu merasuki alam fikirku, model Ya’juj Ma’jujmu membentuk karakterku,

Tetapi jangan besar hati dahulu. Masih ada ibu pertiwi yang mengasuhku.

Komentar

Kiriman Paling Ngehits

DAR, DER, DOR, Kisah Dramatis Petugas Saat Melumpuhkan Pelaku Teror di Tuban

Pantaskah Tuban Sebagai Syurga Menurut Al-Quran?

Presiden RI, Bumi Wali, dan KIT

Masalah Patung, Ada Oknum yang Ingin Mengadu Domba Pribumi dengan Tionghoa Tuban

Sowan Kanjeng Syekh Adipati Ranggalawe