Tumpeng untuk Kanjeng Nabi Muhammad
Gegap gempita perayaan maulid Nabi Muhammad Saw di
Indonesia layaknya perayaan lebaran bersama keluarga. Momentum kali ini terasa
sangat istimewa karena diperingati dari tahun ke tahun tak pernah absen dari
panggung umat Islam nasional. Setiap gang-gang Dusun, pelosok Desa sampai
Istana Negara secara serentak memperingati momentum ini. Di Indonesia sendiri
sudah sangat akrab dan kental sekali dalam hal menghormati dan menjujung tinggi
orang yang bernama Muhammad bin Abdullah. Sampai setiap sambutan acara apapun
saja mulai tingkatan Rt sampai rapat dewan Internasional selalu saja menyebut
nama Muhammad.
12 Rabiul Awwal terasa istimewa, cuaca terasa sejuk,
pepohonan dan daun-daun ikut merayakan dan mengabadikan momentum lahirnya
manusia biasa yang bukan biasa. Seperti yang dikatakan Syekh Imam Busyiri “muhammadun
basyarun la kal basyari bal huwa kal yaquti bainal hajari”. Keistimewaan Muhammad
berada pada cahaya beliau yang selalu memancar sampai saat ini disetiap hati
umat Islam dan semua makhluk hidup. Sekalipun jasad beliau sudah dimakamkan di
Masjid Nabawi, ruh Kanjeng Nabi Muhammad melindungi bangsa Indonesia, sehingga
ajaran dan konsepsi beliau dapat diterima secara masal oleh masyarakat pribumi
yang dibawakan oleh penerusnya.
Umat Islam Indonesia sangat kental dengan ajaran yang
masih dilestarikan dari dulu hingga sekarang. Kepercayaan terhadap ajaran
leluhur tidak bisa dilepaskan begitu saja, itulah salah satu kearifan yang
menghiasi bangsa Indonesia. Para pembawa ajaran Islam ke tanah Jawa, Walisongo
sangat arif terhadap masyarakat pribumi, sedang apa yang mereka tunjukkan itu
merupakan teladan dari Rasululloh.
Ketika Muhammad dilahirkan kegugupan orang kafir dan
para pendeta serta penyair-penyair arab mulai terasa, sebab orang bernama
Muhammad ini nanti akan membawakan ajaran baru dimana penduduk Makkah akan
mengikutinya, serta anggapan yang paling membuat mereka marah adalah akan
diangkatnya Muhammad menjadi Rasul terakhir. Tetapi pelan-pelan Muhammad atas
bimbingan Jibril mengampanyekan Islam sebagai ajaran perdamaian, adapun
peperangan yang pernah terjadi adalah urusan politik dan harga diri umat Islam yang
selalu diinjak-injak, bukan karena paksaan untuk mengikuti ajaran Islam.
Nah, para Walisongo masuk ke tanah yang sangat anggker
ini pun demikian, secara pelan-pelan memperkenalkan Islam kepada masyarakat
pribumi dengan strategi dan diplomasi tinggkat tinggi. Orang yang sangat
berperngaruh terlebih dahulu mereka Islamkan, baru masyarakat lokal mengikutinya
pelan-pelan. Sampai memperkenalkan Muhammad sebagai utusan Allah, masyarakat
pribumi begitu antusias keingintahuan terhadap siapa sebenarnya Muhammad itu,
sehingga sebagai rang biasa, ya butuh makan-minum, istirahat, sakit, dan
lainnya, tetapi tidak biasa, beliau merupakan kekasih Allah dimana beliau
merupakan continueasi dari ciptaan pertama yaitu Nur Muhammad.
Prestasi besar para Walisongo adalah tidak
meninggalkan ajaran yang sudah ada ketika memperkenalkan Islam. Islam dengan
ajaran pribumi sebenarnya meruapakan tumbu ketemu tutup, namun perlu
adanya perbaikan nilai sehingga syariat yang sudah ada pada Islam tidak
dikesampingkan. Tumpeng begitu akrabnya dengan masyarakat Jawa, bahkan seluruh
Nusantara sangat akrab dengan yang namanya
Tumpeng.
Sejarah panjangnya berawal dari Sunan Bonang yang
menggubah ajaran Tantrayana sehingga munculah istilah tumpengan,
ambengan, kenduri, syukuran, dan lainnya. Biasanya Tumpeng dipergunakan
untuk acara-acara kecil maupun besar, nilai yang tekandung terletak pada
kebersamaan dan warna-warni sebuah gotong royong yang terbangun dalam
masyarakat. Setiap acara syukuran, ulang tahun, sampai peresmian gedung acara
apapun saja Tumpeng sudah menjadi langganan dan saking seringnya maulud Nabi
pun sudah akrab dengan Tumpeng.
Kalau pada umumnya umat Islam memperingai maulud Nabi
dengan acara keagamaan seperti halnya pengajian atau doa bersama, era now yang
semakin viral Tumpeng tampak menghiasi maulud nabi sampai ke desa-desa. Apapun bentuk
acara dan ekpresi memperingati maulud Nabi bukan terletak pada mewah atau
suksesnya acara, lezat hidangannya, menghadirkan ulama besar, itu merupakan
bagian 1% dari makna maulud Nabi. Seperti yang Bung Karno bilang, memperingati
maulud Nabi harus mempelajari konsepsi ajaran yang beliau bawakan dari Allah
via Malaikat Jibril yaitu Al-Qur’an.
Semakin masyarakat Indonesia besar cintanya terhadap
Kanjeng Nabi, mereka tetap tidak meninggalkan apa yang telah mereka miliki
sejak dahulu kalan untuk mempersembahkan ekpresi kecintaanya. Sirkulasi cinta
antara Kanjeng Nabi Muhammad dengan umat Islam Indonesia terasa mesra tergambar
dalam Tumpeng dengan warni-warni jenis makanannya dan varian bentuk dengan
hiasan yang tampak indah. Persembahan inilah oleh masyarakat Indonesia
ramai-ramai menjadi rebutan barokah, sebab mereka meyakini kehadiran Kanjeng
Nabi Muhammad dahar Tumpeng bersama.
Penulis,
Ahmad Ali Zainul Sofan
Komentar
Posting Komentar